Postingan

Menampilkan postingan dari 2024

A good cry

I need, not only want, but need, a good cry. One day, a senior told me -the occasion was a farewell lunch before I embarked on my current journey-,  find a partner, life will only get lonelier from now on, you need a friend . I need a good cry as I start to see it coming. As usual, at that time I was just chuckling. I never took this kind of stuff seriously, at least that is how I think it is seen to people. I keep denying, acting nonchalant and childish, bro-ing boys around me. In front of everyone, I refuse to grow up since I was 13, when romantic love first introducing itself to me in a horrifying form.  At that time, suddenly, out of nowhere, there was this powerful feeling that attached me to some boy so strongly, even if it only happened in my head. It tortured me physically and mentally with racing heartbeat, difficult breathing, stirring stomach, immense worry and awful pessimism whenever I catch a glimpse of that boy in a crowd. Yet, at the same tormenting situation, I felt a

aku bertemu seseorang yang menangis di kereta

Aku bertemu seseorang di kereta Ia mengenakan masker dan kacamata Awalnya ia duduk dengan tenang di bangku di sebrangku Tak seberapa lama, setelah kereta mulai sesak dan lepas berangkat dari stasiun ramai, ia mulai menyandarkan kepalanya ke kaca jendela.  Diantara orang orang, yang berjalin-jalin kisah hidupnya dalam setiap deru mesin kereta, aku melihatnya menangis Diantara keramaian yang sibuk sendiri, dia menangis Tidak ada suara, tidak ada peduli Orang kota sibuk pada kesedihannya sendiri-sendiri Begitu kereta melengang, mulai beranjak dari hiruk pikuk ke persawahan, aku bangkit dan bertanya padanya, "Kamu tidak apa apa?" Ia berdiri, tapi segera beranjak ke pintu seperti aku transparan. Ia lalu turun, dan di depan wanita tua yang menjemputnya, ia melepas masker lalu tertawa. Matanya yang sedikit sembab dilindungi redup matahari, dan redup pandangan senja wanita itu Jangan-jangan dia tidak pernah menangis Jadi aku mengarang cerita tentangnya

Keranjang Belanja Shopee

Tengah malam tanggal 9 bulan 9, keranjang belanjaku penuh Menolak untuk disesaki dengan lebih banyak pengharapan Masa depan yang bebas rancang Aku lalu memeriksa isinya, mau membuang yang tidak perlu Di dalamnya aku melihat diriku yang lama berjajar mengantri, memeluk masing masing satu barang Ada sebongkah hati untuk dermaga yang kukira akan jadi labuhanku, sudah tidak tersedia Ada kain untuk baju pesta, turun harga 19%, tetapi tidak ada mau buat pesta Ada plester luka, tetapi lukaku sudah cukup kering oleh angin Soalnya aku punya cukup ahli dalam bidang meredam hati

Pada langkah pertama keluar gerbong

Pada langkah pertama keluar gerbong hari itu, lamunanku akan nasib pecah. Pecahannya berserak-serak ditubruk lalu lalang orang yang riuh ramai di Senin pagi. Sudah ratusan kali aku melangkah keluar dari kendaraan-kendaraan yang membawaku pergi jauh dari rumah. Kebanyakan dalam keadaan sendiri. Ada kalanya aku menyangklong tas kain berisi beberapa kilo beras dan lauk-pauk kering dari rumah, ada kalanya aku menarik koper 30 kilogram dari conveyor bagasi, ada kalanya lenggang kangkung seperti orang kaya berbabu yang sedang tamasya.  Perjalanan-perjalanan itu ada yang dekat dan ada yang jauh. Lepas membubuhkan tanda titik barusan, aku berpikir lagi. Makna dekat dan jauh ini selalu berkejar-kejaran. Di umurku sekarang, belum ada nampak frekuensi berperjalananku akan berkurang. Jauhku hari ini akan semakin dekat pada kategori dekat.  Satu dua perjalanan traumatis, lima empat lucu dan sangat berkesan, lebih dari dua puluh membuatku menangis tersedu-sedu, sisanya campur-campur. Perjalanan trau

Arsip

Aku membuka-buka tulisanku ketika remaja lalu takjub. Dengan begitu sedikit yang aku punya, dengan kamar-kamar pengap tanpa jendela tempatku meninta, dengan begitu terbatasnya buku yang pernah aku baca, aku menulis lembar-lembar yang masih bisa kunikmati hingga kini. Beberapa alurnya sudah aku lupa, seperti aku sudah melupakan luka-luka yang menginspirasiku untuk menciptakannya dulu, lalu aku merasa begitu terhibur, menebak-nebak dan terkejut-kejut sendiri seolah itu kisah orang lain. Kata-kata asing yang sepintas kudengar atau kubaca di tulisan orang, kurangkai dengan kalimat-kalimat berani. Negeri remaja itu negeri tanpa hukum, tetapi setiap orang hanya punya satu keinginan, keinginan masa kecil yang belum kenal nafsu dunia. Aku jadi khawatir, karena justru dengan semua tempat indah yang kukunjungi dalam pengembaraan hari-hari dewasaku ini, tulisanku kian kering. Dari taman-taman cantik, pondok-pondok syahdu, gedung-gedung tinggi yang menyuguhkan langit, meja-meja di depan jendela be

Di episode keberapa?

Di sebuah kota teluk yang berkilauan, untuk pertama kalinya seumur hidup aku menikmati senja di bibir pantai selain daripada pulau kelahiranku. Hari itu sebuah hari besar. Aku baru saja berjuang dalam sebuah pertarungan yang belum pernah kujalani sebelumnya. Ini yang menyenangkan dari sebuah pengalaman pertama. Aku bisa menjalaninya dengan ringan karena tak punya prasangka apa-apa. Selama dua hari, aku hanya menari dari satu kekaguman ke kekaguman lain. Tidak peduli menang atau kalah karena aku telah memenangkan banyak sekali hal. Setelah kupikir aku telah cukup bertualang, aku menyesap sari-sari senja yang padam perlahan itu dengan khidmat. Lalu rombonganku berjalan ke arah selatan, menyusuri cakrawala, dipimpin oleh seorang pria tinggi ramah berbaju hijau. Itu satu-satunya yang familiar dari dua hariku yang ajaib di kota teluk. Dalam sekelompok anak muda seperti ini, persis ketika aku menemukan orang-orang berkilauan, hampir pasti aku tidak akan bisa menggapainya. Tidak lama kemudian

Orang yang begitu baik karena luka-lukanya

Kemarin, di instagram aku melihat seseorang bilang, jika kamu bertemu orang yang begitu baik dan banyak memberi kepadamu, dan begitu menjaga perasaanmu karena ia tumbuh dengan banyak luka, jaga dia baik baik. Kamu begitu beruntung bertemu dengan dia. Respon pertamaku adalah spontan mengumpat “ damn! ” Ada sedikit hal di luar topik ini yang mau aku bicarakan sebelum membahas lebih jauh. Awalnya aku agak ragu apakah inspirasi ini tidak terlalu sepele untuk ditulis. Discourse di media sosial itu berganti mungkin setiap menit sekali. Sepertinya sepele sekali kan kalau terpancing oleh tulisan hanya seorang. Apakah kekesalan ini pantas ditindaklanjuti dengan beberapa paragraf tulisan marah-marah yang setidaknya lebih menyita waktu dan tenaga dibanding marah-marah lisan? Akhir-akhir ini, hubunganku dengan media sosial memang agak tidak sehat. Sepertinya aku terlalu banyak menghabiskan waktu di sana, seolah-olah semua di dalamnya memang penting. Tapi bukankah semua orang juga begitu? Bahka

Not that reliable

Pertama-tama, mari kembali ke masa ketika dunia yang tak bisa kau genggam itu alam metafisik, bukan internet. Kita punya sekotak barang berharga. Bukan perhiasan, tapi lebih ke setiap cuilan dari memori-memori yang ingin kita kenang. Atau boleh juga sebenarnya perhiasan karena deifinisi tiap orang atas keberhargaan kan beda-beda. Pokoknya benda berharga itu kita letakkan di dalam kotak. Kotak itu selalu berada di dekat kita dan kita buka setiap hari. Berapa besar kemungkinannya untuk hilang? Pada era berikutnya, ketika kita mulai berpijak pada dunia fisik dan digital, kita mengenal digitalisasi. Menjaga agar sesuatu tidak hilang bukan berarti hanya merawat fisiknya, tetapi membuat salinannya dan menyimpannya dalam relung-relung maya yang ukurannya belum seberapa. Perasaan kita jadi agak lega. Akhirnya lebih mudah untuk menjaga sesuatu agar tidak hilang. Pada era berikutnya, sekarang ini, ketika mungkin 70% hidup kita berlangsung di internet, terjadi semacam keserakahan memori. Aku pern

Unsettling News

Today, I received unsettling news: my instagram is disabled. That account was created in 2016, and has massively recorded my moments, thoughts, and relationships ever since. Within a split second, everything is gone. When erasing our account, they don't even give back our data. They accused me as a violator of their community guidelines without bothering to give some explanation. And that's it, they swat my genuine and very personal account like a bug.  When I delved into the internet for solutions, I found an interesting remark on someone's blog.  "You can file this, but it is not likely that you will be answered by a real person. Instagram community encompasses millions of people worldwide with averagely a few hundred thousands of complains filed everyday. To answer them, it really requires a nation's army force."  Even after being a loyal user for 8 years, when there is one mistake, from their side, I don't even get to appeal. The fate of my account is

Jiwa Dunia

Sejak membaca The Alchemist, juga sejak beberapa penggal percakapan dengan seseorang yang menyenangkan, saya jatuh cinta pada konsep Jiwa Dunia ini. Sebetulnya kisah hidupnya Santiago si penggembala tidak terlalu membekas pada saya. Alur jenakanya Andrea Hirata dan alur super detilnya Ken Follet jauh lebih nyangkut. Bahkan, cerita suramnya Haruki Murakami lebih bisa saya ingat. Barangkali karena ceritanya Coelho dipenuhi dialog dengan diri sendiri. Tidak ada tokoh yang didandani dengan detil kuat dan tidak banyak interaksi antartokoh yang bisa meninggalkan banyak pemancang-pemancang memori ketika diingat kembali. Meskipun detilnya hilang, ada beberapa yang tinggal setelah membaca cerita-cerita Coelho, yakni perasaannya, aftertastenya, dan filsafatnya. Meski saya tak ingat persis ke mana saja Santiago pergi setelah berhenti bekerja pada tukang kristal atau kapan ia berpisah dengan si orang Inggris, spiritualitas Coelho menular. Sejak The Alchemist, saya tidak bisa berhenti memikirkan hi