Postingan

what if I re-do an episode of my past with my current self #1

Dapat Ranking 1 Dulu ada seorang teman yang awalnya selalu dapat ranking 1, tapi tidak lagi setelah kelas tiga. Dulu aku cuma paham satu narasi, yaitu bahwa guru kelas 1 dan 2 taking an easy way untuk menjadikannya ranking 1 karena ia adalah seorang sosok anak pintar yang sulit diragukan. Ia memang berasal dari keluarga terpandang di wilayah tersebut, kedua orang tuanya pendidik dan semua keluarganya level pendidikannya tinggi. Tapi selain itu, ketika aku mengenal ia tanpa bungkusnya di keseharian, ia anak yang disiplin, rajin, dan berusaha keras. Sekarang aku tahu bahwa menilai murid, apalagi mengurutkan kemampuan intelektualitasnya dalam ranking sebenarnya sesuatu yang licin, berbahaya, dan tidak seharusnya dilakukan. Mungkin ada favouritism, tapi di hati kecilku sendiri, sejak dulu, aku menolak untuk mempercayai itu sepenuhnya. Mungkin itu terjadi diantara orang tuanya dan guru kami, tapi tidak pernah terjadi di antara kami. Hanya saja, suatu hari di kelas tiga, ketika guru kelas ka...

Naoya

Itu nama laki-laki yang duduk di seberang mejaku. Kontur wajahnya sekarang lebih tegas daripada yang dulu, membuatku sadar kalau ternyata ia punya tulang pipi yang cukup menonjol dan lesung pipit yang dalam meskipun yang terakhir agak jarang terlihat karena ia memang bukan orang yang murah senyum. Ia jadi lebih tinggi dan bahunya lebih lebar. Sekarang, jika duduk begini, mataku harus sedikit mendongak untuk menatap matanya. Tapi yang aku sukai, raut wajahnya tidak lagi penuh ragu. Dahinya tidak banyak mengernyit. Dari kedua alisnya yang terpisah dengan santai, ia terlihat seperti orang yang hidup dengan berani. Sepertinya 5 tahun memang waktu yang cukup lama. Ini kali keduanya ia mengunjungiku ke Paris. Kali kedua pula ia kuajak makan di Pho 13 di Choisy setelah jalan-jalan di Jardin de Luxembourg. Makanannya enak dan murah. Seorang pramusaji yang mengenaliku tersenyum bermakna ketika melihat aku yang biasa datang sendiri atau bersama rombongan datang dengan Naoya. Kami pesan dua mangk...

Mati Syahid

Gambar
Ketika pertama kali aku dikenalkan pada konsep mati syahid, aku ingin mengakalinya. Aku pikir aku bisa bermalas-malasan sembahyang lalu ikut perang pada suatu hari ketika dewasa untuk bisa masuk surga. Besar sedikit, aku tidak percaya soal mati syahid. Aku mulai memahami konsekuensi dari perbuatan berdosa bagi diri sendiri dan orang lain, lalu tidak percaya semua itu bisa diampuni dengan begitu mudahnya. Besar sedikit lagi, aku kembali percaya. Aku menyaksikan perempuan-perempuan di sekitarku melahirkan, kesulitan, kesakitan, untuk sebuah kepentingan yang bukan miliknya sendiri. Untuk seorang manusia baru, untuk suaminya, untuk keluarganya, untuk suku dan umatnya. Belum lagi perjuangan membesarkan manusia baru itu. Aku perempuan, jadi aku bersimpati. Sepertinya adil kalau perjuangan semacam itu diganjar surga secara instan. Pergi berperang pun, sepertinya tidak semudah yang aku bayangkan.  Sekarang aku percaya Tuhan bahkan lebih pengasih lagi daripada itu. Kenapa perempuan tidak ta...

Cantik

When I was a kid, I dreamed of the day I would finally transform into a tall, slender woman like Minky Momo. But the truth is, my height barely increased since the sixth grade. When I turned 20, I thought, Is this it? Momo, you are a scam! Throughout my life, I have spoken to many women about beauty. Someone with an endearing smile hates the shape of her lips, and someone with beautiful legs despises the skin on her knees. Some wish they were born with lighter skin, while others battle persistent acne. Many of these self-resentments stem from class-mate teasings in middle school, while some of it originate from the very spaces they sought comfort in, forcing them to spend their lives proving they possess other qualities to compensate for their perceived lack of beauty. At one point, I was furious at whoever decided there should be a narrow definition of beauty—one that was far from inclusive. Yet, I eventually realized my anger was futile. Sure, I could blame the beauty industry and c...

A good cry

I need, not only want, but need, a good cry. One day, a senior told me -the occasion was a farewell lunch before I embarked on my current journey-,  find a partner, life will only get lonelier from now on, you need a friend . I need a good cry as I start to see it coming. As usual, at that time I was just chuckling. I never took this kind of stuff seriously, at least that is how I think it is seen to people. I keep denying, acting nonchalant and childish, bro-ing boys around me. In front of everyone, I refuse to grow up since I was 13, when romantic love first introducing itself to me in a horrifying form.  At that time, suddenly, out of nowhere, there was this powerful feeling that attached me to some boy so strongly, even if it only happened in my head. It tortured me physically and mentally with racing heartbeat, difficult breathing, stirring stomach, immense worry and awful pessimism whenever I catch a glimpse of that boy in a crowd. Yet, at the same tormenting situation, ...

aku bertemu seseorang yang menangis di kereta

Aku bertemu seseorang di kereta Ia mengenakan masker dan kacamata Awalnya ia duduk dengan tenang di bangku di sebrangku Tak seberapa lama, setelah kereta mulai sesak dan lepas berangkat dari stasiun ramai, ia mulai menyandarkan kepalanya ke kaca jendela.  Diantara orang orang, yang berjalin-jalin kisah hidupnya dalam setiap deru mesin kereta, aku melihatnya menangis Diantara keramaian yang sibuk sendiri, dia menangis Tidak ada suara, tidak ada peduli Orang kota sibuk pada kesedihannya sendiri-sendiri Begitu kereta melengang, mulai beranjak dari hiruk pikuk ke persawahan, aku bangkit dan bertanya padanya, "Kamu tidak apa apa?" Ia berdiri, tapi segera beranjak ke pintu seperti aku transparan. Ia lalu turun, dan di depan wanita tua yang menjemputnya, ia melepas masker lalu tertawa. Matanya yang sedikit sembab dilindungi redup matahari, dan redup pandangan senja wanita itu Jangan-jangan dia tidak pernah menangis Jadi aku mengarang cerita tentangnya

Keranjang Belanja Shopee

Tengah malam tanggal 9 bulan 9, keranjang belanjaku penuh Menolak untuk disesaki dengan lebih banyak pengharapan Masa depan yang bebas rancang Aku lalu memeriksa isinya, mau membuang yang tidak perlu Di dalamnya aku melihat diriku yang lama berjajar mengantri, memeluk masing masing satu barang Ada sebongkah hati untuk dermaga yang kukira akan jadi labuhanku, sudah tidak tersedia Ada kain untuk baju pesta, turun harga 19%, tetapi tidak ada mau buat pesta Ada plester luka, tetapi lukaku sudah cukup kering oleh angin Soalnya aku punya cukup ahli dalam bidang meredam hati