Wawancara dengan Meck

Kalau nanti aku bertemu Naoya, di mana kami akan bertemu?

Dia orang yang membaca tulisanku, tapi terlepas dari nilai kasat mata tulisan tersebut, ia tersentuh karena aku menaruh hatiku di sana. Kami mungkin akan bertemu di sekitar lingkungan kerja, konferensi, atau ruang profesional lain. Kami sepertinya orang yang menghabiskan banyak masa muda kami untuk bekerja. 

Bagaimana kau mengenali itu Naoya?

Dia membuatku merasa istimewa secara tulus, tanpa aku menulis buku atau mendapat gelar. Dia tidak akan memujiku karena keren, tapi dia kagum terhadap caraku menjalani hidup.

Apa yang akan berubah dari dirimu kalau kau bertemu Naoya?

Aku akan merasa aman. Aku akan menghabiskan banyak waktu bersandar padanya. Ia orang yang selalu mengingatkanku untuk berhenti ketika lelah, meniup lukaku, memuji kegagalanku, memeluk dan membesarkan jiwaku. Sejak bersamanya, aku mencoba banyak hal karena aku tidak lagi takut gagal. Aku tidak menjadi hebat di semua hal yang kucoba. Banyak diantaranya yang kutinggalkan setelah satu dua kali mencoba, tapi bukan merasa buruk, aku merasa semakin baik pada diriku sendiri karena aku menghormati keingintahuanku sekaligus menjamin kenyamananku. 

Seperti apa Naoya itu?

Usianya tidak jauh dariku, tapi dia dewasa. Pemikirannya terhadap hidup dalam karena ia sering larut dalam pikirannya sendiri. Suatu hari, ia bilang padaku bahwa ia menunggu hari di mana ia bisa membagi semua isi pikirannya dengan seseorang. Kadang ia merasa punya argumen cukup kuat soal mengapa kecoak tidak bisa berenang, tapi ia tidak tahu mau bicara dengan siapa.
Ia tinggal sendiri cukup lama, jadi dia tahu pedihnya manisnya hidup sendirian dan sudah banyak belajar tentang dirinya sendiri karena itu. 

Awalnya kukira dia orang yang tidak banyak bicara, tapi ia baik dalam membaca situasi dan membawa diri di situasi sosial apapun. Setelah cukup akrab, dia ternyata asik diajak bicara dan mudah tertawa. Ketika kami masih berteman, ia hati-hati soal personal boundaries-ku, terlebih aku orang yang cukup hati-hati dengan jarak. Ketika kami bicara, baru ia lebih jujur soal ketertarikannya. Ia sering menahanku untuk nongkrong dengannya lebih lama. Begitu ia cukup yakin kalau perasaannya berbalas dan situasinya mungkin (aku tidak punya pacar), ia mengatakan tentang perasannya dengan jelas.

Bagaimana kencan kalian?

Penuh dengan makan, jalan kaki, dan bicara. Kami sangat suka city tour untuk menemukan rute personal dan makanan-makanan enak. Kadang kami juga pergi trekking dengan membawa bekal. Kami juga sering masak di rumah kami secara bergantian. Aku sering "tidak mau merepotkan" tapi ia bahkan sering membantuku tanpa disadari. Anehnya dia selalu tahu ketika ikat rambutku melorot atau tumitku lecet lalu membenahinya. Karena antusiasnya kami pada personalized city tour, kami berpikir suatu saat bisa membuka restoran yang menunya adalah cerita traveling kami. 

Apa yang membuatmu jatuh cinta?

The way his eyes flared ketika sesuatu terjadi padaku. Dia orang yang lembut, tapi ketika aku dalam bahaya, ia begitu terbakar dalam sekejap. Aku sebelumnya sering dekat dengan orang yang bergantung padaku karena aku senang ketika merasa diandalkan dan dibutuhkan. Ibuku juga orang yang seperti ini. Tapi itu rasa senang yang melelahkan. Dulu, sebelum aku mengenal diriku sejauh ini, aku sering dibuat kelelahan oleh orang-orang seperti ini. Lama kelamaan, mereka jadi bergantung dan mereka tidak merasa perlu untuk berinvestasi dalam jumlah yang sama padaku. Yang lain adalah ada di antara mereka yang tulus ingin membalas kebaikanku, tetapi aku tidak bisa menerima kebaikan. Di awal usia 20-anku aku orang yang tidak bisa tersenyum, tidak bisa menerima pujian, sulit menerima kebaikan orang lain, dan sulit minta tolong. Sekarang, aku rasa aku akan jatuh cinta pada orang yang melindungiku, mendengarkanku dengan perhatian, dan sering mengingatkanku untuk berhenti.

Naoya sepertinya orang yang mengusap kepalaku ketika aku tidur di sampingnya atau menyandarkan kepala di pangkuannya. Kami akan punya banyak momen-momen tanpa kata seperti ini. 

Di momen-momen yang tidak terlalu sentimental, kami sering berdebat. Aku sering melakukan pemberontakan impulsif pada pendekatannya yang metodis terhadap hidup. Dia sering nagging. Oh, I love his nag more than anything in this world! Maybe that's how I keep being rebellious. I will be the playful girl I never let myself be when I was being too hard on myself. I'll surprise him and make him laugh a lot. I'll take him to a beautiful alleyway no one else ever knew and kiss him there. I'll walk him through a vast dandelion field, a starry night sky in the countryside, and along the beachline on a summer's midnight sunset. I'd plan the best trip, cook his favourite foods, and entertain him with hours of lecture on injusties throughout history. I'd be the girl who screams his name on a cliff and scares birds away. And I'd happily trade all of those for just a hug and a beyond-this-lifetime love.

See you!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

What happened to the glory of being number one?

Stasiun Cikarang yang Lama dan Saya

A good cry