Mati Syahid


Ketika pertama kali aku dikenalkan pada konsep mati syahid, aku ingin mengakalinya. Aku pikir aku bisa bermalas-malasan sembahyang lalu ikut perang pada suatu hari ketika dewasa untuk bisa masuk surga. Besar sedikit, aku tidak percaya soal mati syahid. Aku mulai memahami konsekuensi dari perbuatan berdosa bagi diri sendiri dan orang lain, lalu tidak percaya semua itu bisa diampuni dengan begitu mudahnya. Besar sedikit lagi, aku kembali percaya. Aku menyaksikan perempuan-perempuan di sekitarku melahirkan, kesulitan, kesakitan, untuk sebuah kepentingan yang bukan miliknya sendiri. Untuk seorang manusia baru, untuk suaminya, untuk keluarganya, untuk suku dan umatnya. Belum lagi perjuangan membesarkan manusia baru itu. Aku perempuan, jadi aku bersimpati. Sepertinya adil kalau perjuangan semacam itu diganjar surga secara instan. Pergi berperang pun, sepertinya tidak semudah yang aku bayangkan. 

Sekarang aku percaya Tuhan bahkan lebih pengasih lagi daripada itu. Kenapa perempuan tidak takut akan kegiatan menantang maut seperti melahirkan? Mungkin itu karena perjuangan tidak kasat mata sebagai manusia sehari-hari juga sangat menyakitkan. Aku pikir orang dewasa bukannya tidak takut hantu, mereka hanya takut pada lebih banyak hal yang lebih menyeramkan. Pun mereka tidak takut pada rasa sakit melahirkan karena ada banyak yang lebih menyakitkan tanpa perlu ada kulit terbuka dan darah menetes. Setelah mengalami luka-luka tak kasat mata itu, segala rayu setan menghampiri. Seringkali terlihat lugu dan tidak berbahaya. Kasihanilah dirimu sendiri, diam-diam lah di rumah, menjauhlah dari segala sumber rasa sakit, menyerahlah dan pergi tidur, berharaplah pada lamunan-lamunan, hidup akan buruk seperti hari ini seterusnya. Pada detik itu kita mengkhianati Tuhan.

Maka untuk setiap bangkit setelah jatuh, untuk setiap langkah dalam ketakutan, untuk setiap keyakinan dalam suram dan kabut, aku rasa kita sedang pergi berperang. Dan jika aku mati dalam situasi seperti itu, mungkin dosa-dosaku juga akan diampuni.

Lalu pada hari berikutnya, aku dipertemukan dengan tembang ini.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Di episode keberapa?

Stasiun Cikarang yang Lama dan Saya

Pada langkah pertama keluar gerbong