Mengakhiri sebuah Dekade
Just in case , ungkapan mendasar untuk menjadi anak gaul ibukota yang keminggris. Artinya sederhana saja, untuk jaga-jaga. Kalau mau lawas lagi, bisa kita pakai “untuk jaga-jaga kalau-kalau” atau “untuk jaga-jaga bila mana”. Ah saya rindu berbahasa Indonesia betulan, menggunakan kata-kata dan frasa –frasa balai pustaka, lalu merasa romantis seketika. Tuh kan, saya jadi lupa kenapa saya sebut just in case . Ini nih, yang bikin paper saya di remidi. Nggak fokus, kebanyakan ngelantur. Buku referensi yang kalau ditumpuk sudah setinggi rumah rayap raksasa di tengah hutan yang sudah digauli dua-tiga bulan terakhir pun runtuh begitu saja. Berkat kabar remidi itu, binar-binar liburan redup redam, blawur, dan pias. Lain lagu-lagu Natal Michael Buble atau Mariah Carey, yang bergema-gema di kepala jadi sepotong puisi Chairil Anwar yang paling nggak romantis, “Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa.” Jadi just in case , atau untuk jaga-jaga-nya adalah untuk jaga-jaga kalau-kalau saya te