Cinta yang Tidak Merah dan Tidak Putih
Dialektika panjang yang saya masuki semenjak juga memasuki kelas-kelas di prodi ini ialah tentang nasionalisme. Suatu hal yang selama belasan tahun lamanya kami berlayar dalam nadi-nadi sekolahan ditasbihkan sebagai suatu roh yang merasuk ke jiwa, tapi kini harus kami pandang sebagai objek dari studi kami, tanpa sentrisme, sekalipun ia pernah menjiwai relung-relung hati kami. Ah jangankan sebuah paham, agama pun, sila pertama dalam pedoman negara kita, petunjuk hidup yang kaitannya dengan sang Maha Kuasa dipandang tak ada bedanya. Seakan separuh saja dari keseluruhan kerja kita yang bernilai ketika kita tak bisa melepaskan kacamata kita dalam memandang suatu objek kajian. Berpedoman untuk adil dan dekat dengan objektivitas, demikianlah kiranya semuanya mesti diusahakan. Pertanyaan-pertanyaan yang sekian lama berputar-putar dalam kepala semasa kritisme teredam di sekolah kini mulai menemukan jawabannya satu persatu. Dulu saya kerap bertanya-tanya, kenapa orang pintar di